Kesibukan sehari-hari membuat orang kerap melupakan asupan makanan dengan zat gizi mikro memadai. Padahal, zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral, sangat penting bagi tubuh sekalipun dalam jumlah kecil.
Termasuk yang dipentingkan tubuh tersebut adalah vitamin dan mineral bersifat antioksidan yang berguna dalam menghindari kerusakan sel akibat aksi radikal bebas.
Penelitian yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan suplementasi multivitamin mineral dapat memperbaiki status beberapa zat gizi antioksidan dan kadar Superoksida dismutase (SOD). SOD merupakan enzim yang berfungsi memperbaiki sel dan mengurangi kerusakan sel akibat superoksida atau radikal bebas dalam tubuh. SOD ada di bagian luar dan dalam sel.
Salah satu peneliti, Dr Rimbawan, dari Fakultas Ekologi Manusia IPB memaparkan hasil penelitian tersebut di Jakarta beberapa waktu lalu. Penelitian itu juga pernah dipresentasikan dalam ”Allergy and Clinical Immunology Update in Daily Practice” yang diselenggarakan Jakarta Allergy and Clinical Immunology Network di Bogor, 26-27 Juni 2010.
Rimbawan menjelaskan, sebanyak 150 karyawati pabrik berusia 25-41 tahun menjadi responden dalam penelitian itu. Mereka merupakan kelompok wanita usia subur yang berisiko kekurangan zat gizi mikro dan terpapar stres oksidatif karena bekerja massal di ruang terbatas dan bekerja dalam posisi berdiri dalam waktu yang cukup lama. Para responden tidak menderita penyakit kronis, tidak sedang mengandung, tidak minum alkohol, dan tidak merokok.
Variabel yang diteliti antara lain kadar vitamin A, vitamin E, vitamin C, seng (Zn), dan selenium (Se). Variabel lainnya adalah status antioksidan dan enzimatik.
Sebanyak 150 responden itu dibagi ke dalam tiga kelompok dengan tiga perlakuan, yakni mendapatkan multivitamin, vitamin C saja, dan plasebo (tidak mengandung apa pun). Komposisi suplemen multivitamin mineral yang diberikan terdiri dari vitamin C, vitamin E, vitamin A, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, vitamin D, selenium (Se), tembaga (Cu), dan zat besi (Fe). Para pekerja itu mengonsumsi suplemen satu tablet per hari selama 70 hari.
Setelah suplementasi selama sepuluh minggu terjadi perubahan kadar SOD sampel, yaitu pada plasebo 1274 + 417 unit/gr Hb. Adapun pada responden yang mengonsumsi multivitamin mineral mencapai 1550 + 598 unit/gr Hb. Hasil uji menunjukkan suplementasi multivitamin dan mineral memengaruhi kenaikan kadar SOD secara signifikan (p<0,05).>
Termasuk yang dipentingkan tubuh tersebut adalah vitamin dan mineral bersifat antioksidan yang berguna dalam menghindari kerusakan sel akibat aksi radikal bebas.
Penelitian yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan suplementasi multivitamin mineral dapat memperbaiki status beberapa zat gizi antioksidan dan kadar Superoksida dismutase (SOD). SOD merupakan enzim yang berfungsi memperbaiki sel dan mengurangi kerusakan sel akibat superoksida atau radikal bebas dalam tubuh. SOD ada di bagian luar dan dalam sel.
Salah satu peneliti, Dr Rimbawan, dari Fakultas Ekologi Manusia IPB memaparkan hasil penelitian tersebut di Jakarta beberapa waktu lalu. Penelitian itu juga pernah dipresentasikan dalam ”Allergy and Clinical Immunology Update in Daily Practice” yang diselenggarakan Jakarta Allergy and Clinical Immunology Network di Bogor, 26-27 Juni 2010.
Rimbawan menjelaskan, sebanyak 150 karyawati pabrik berusia 25-41 tahun menjadi responden dalam penelitian itu. Mereka merupakan kelompok wanita usia subur yang berisiko kekurangan zat gizi mikro dan terpapar stres oksidatif karena bekerja massal di ruang terbatas dan bekerja dalam posisi berdiri dalam waktu yang cukup lama. Para responden tidak menderita penyakit kronis, tidak sedang mengandung, tidak minum alkohol, dan tidak merokok.
Variabel yang diteliti antara lain kadar vitamin A, vitamin E, vitamin C, seng (Zn), dan selenium (Se). Variabel lainnya adalah status antioksidan dan enzimatik.
Sebanyak 150 responden itu dibagi ke dalam tiga kelompok dengan tiga perlakuan, yakni mendapatkan multivitamin, vitamin C saja, dan plasebo (tidak mengandung apa pun). Komposisi suplemen multivitamin mineral yang diberikan terdiri dari vitamin C, vitamin E, vitamin A, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, vitamin D, selenium (Se), tembaga (Cu), dan zat besi (Fe). Para pekerja itu mengonsumsi suplemen satu tablet per hari selama 70 hari.
Setelah suplementasi selama sepuluh minggu terjadi perubahan kadar SOD sampel, yaitu pada plasebo 1274 + 417 unit/gr Hb. Adapun pada responden yang mengonsumsi multivitamin mineral mencapai 1550 + 598 unit/gr Hb. Hasil uji menunjukkan suplementasi multivitamin dan mineral memengaruhi kenaikan kadar SOD secara signifikan (p<0,05).>
Tidak berpasangan Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sebuah elektron tidak berpasangan di orbital sebelah luar (contohnya, O- atau OH-). Elektron tidak berpasangan itu kemudian mencari pasangannya dari sel sehingga merusak sel sehat. Radikal bebas dapat dibentuk karena metabolisme normal, polusi, tekanan O yang tinggi, radiasi, kimia, dan obat-obatan. Konsentrasi antioksidan yang rendah dalam darah (vitamin A, C, dan E) mengakibatkan meningkatnya stres oksidatif. Menurut hasil penelitian yang sama, sekadar mengonsumsi vitamin C memang memperbaiki kadar vitamin C dan A, tetapi tidak memperbaiki kadar SOD. ”Vitamin bekerja dengan lebih baik jika dikonsumsi sebagai satu kesatuan dengan zat gizi mikro lain,” ujarnya. Sebagai contoh, vitamin C menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler sehingga mampu menghilangkan senyawa radikal. Di samping itu, vitamin C juga diperlukan dalam regenerasi vitamin E teroksidasi. Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang mampu menghentikan rantai reaksi radikal bebas. Namun, dengan menyumbangkan hidrogen, vitamin E sendiri menjadi radikal. Hanya saja, radikal vitamin E lebih stabil. Vitamin E teroksidasi yang terbentuk itu dapat diregenerasi kembali oleh senyawa pereduksi seperti vitamin C sehingga vitamin E dapat berperan kembali di dalam memutus rantai radikal bebas. Lantas siapa sajakah yang memerlukan suplemen pangan? Mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rimbawan mengatakan, banyak kalangan yang membutuhkan suplemen pangan, yakni anak-anak, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur, serta lansia membutuhkan suplementasi jika tidak mampu memenuhi kebutuhan zat gizi mikro dari makanan. Kelompok lain yang biasanya membutuhkan suplementasi ialah pengonsumsi alkohol berat, perokok, mereka yang terkena penyakit infeksi, dan individu yang terpapar stres oksidatif. Perempuan termasuk rawan terhadap stres oksidatif. Berdasarkan data WHO, wanita pekerja merupakan kelompok wanita usia subur yang rawan terkena masalah kurang gizi mikro. Selain disebabkan oleh stres, baik stres lingkungan maupun karena beban kerja, wanita juga mengalami menstruasi secara berkala serta cenderung berdiet. Dokter ahli kardiologi Djoko Maryono mengatakan, orang dengan permasalahan pembuluh darah dan diabetes juga cenderung membutuhkan tambahan vitamin dan mineral. ”Radikal bebas merusak pembuluh darah sehingga terjadi penuaan pembuluh darah. Kerusakan biasanya ditandai dengan penyempitan dan penggumpalan,” ujarnya. Belakangan, vitamin dan mineral antioksidan menjadi salah satu terapi potensial bersama-sama dengan diet rendah lemak, terapi obat statin, olahraga, dan berhenti merokok. Beberapa studi klinis telah dilakukan untuk melihat peran vitamin E, C, dan beta karoten serta kaitannya dengan fungsi lapisan pembuluh darah. Zat gizi mikro idealnya diperoleh dari sumber alami. Namun, dalam kondisi tertentu, terkadang asupan tidak memadai sehingga dibutuhkan tambahan. ”Untuk suplemen, konsumsi harian tidak boleh berlebihan. Di Indonesia, terdapat batas konsumsi harian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan,” ujarnya. Adapun penggunaan vitamin dan mineral untuk terapi yang biasanya dalam dosis tinggi harus di bawah pengawasan dokter Indira Permanasari -kompas.com