Penarikan sejumlah obat-obat diabetes karena efek sampingnya yang merugikan tubuh membuat pasien-pasien yang selama ini bergantung pada obat-obat kimia mulai melirik obat herbal. Padahal, obat herbal dinilai belum mampu menyembuhkan penyakit diabetes.
"Obat herbal yang ada di pasaran umumnya belum diteliti dengan baik. Ada obat herbal yang baik untuk menurunkan gula darah, tapi memiliki efek samping sehingga tidak bisa dipakai menjadi obat," kata Prof Sarwono Waspadji dari Divisi Metabolik-Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI di sela acara 19th Jakarta Diabets Meeting, Diabetes Lipid & Vascular Risks, Selasa,(28/09/10)
Menurut Sarwono, obat herbal belum mampu menyembuhkan diabetes, namun memiliki manfaat. "Biasanya obat herbal manfaatnya banyak, tapi ada risikonya. Ada (obat herbal) yang manfaatnya sedikit, namun risikonya tinggi. Ada yang tidak bermanfaat dan resikonya besar sehingga tidak bisa dipakai. Dan biasanya, manfaat dari obat herbal berasal dari placebo, " kata Prof Sarwono.
Sarwono menambahkan, obat herbal yang umumnya dipakai di masyarakat saat ini tidak ada manfaatnya, tetapi tidak memiliki resiko sehingga boleh dipakai.
“Misalnya kami pernah meneliti pare, brotowali, kemudian teh 919, tetap saja tidak ada hasilnya. Awalnya booming, semua orang pakai tapi sekarang sudah tidak ada bekasnya karena hasil blow up saja, “ kata Prof Sarwono.
Selain itu, Sarwono juga meluruskan anggapan orang yang mengira bahwa obat herbal pasti alami. “Orang berpikir bedanya yang satu kimia dan satu bukan. Padahal obat herbal juga ada unsur kimianya dan obat kimia awalnya berasal dari obat herbal yang diekstrak,” kata Prof Sarwono.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membekukan izin edar obat diabetes produksi GlaxoSmithKline (GSK) yakni Avandia, Avandamet dan Avandaryl tablet. Ketiga obat tersebut dibekukan izin edarnya dan ditarik dari peredaran karena adanya informasi dari Badan Obat Eropa (EMA) bahwa ketiganya mengandung rosiglitazone tunggal dan kombinasinya.
Penarikan didasarkan atas pertimbangan obat diabetes yang mengandung rosiglitazone dalam bentuk tunggal ataupun kombinasi dapat menyebabkan efek samping kardiovaskular berupa gagal jantung.
Menurut data Indonesian Diabetic Prevalence tahun 2006, jumlah penderita diabetes di perkotaan mencapai 8,2 juta orang sementara di pedesaan mencapai 5,5 juta orang..
"Obat herbal yang ada di pasaran umumnya belum diteliti dengan baik. Ada obat herbal yang baik untuk menurunkan gula darah, tapi memiliki efek samping sehingga tidak bisa dipakai menjadi obat," kata Prof Sarwono Waspadji dari Divisi Metabolik-Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI di sela acara 19th Jakarta Diabets Meeting, Diabetes Lipid & Vascular Risks, Selasa,(28/09/10)
Menurut Sarwono, obat herbal belum mampu menyembuhkan diabetes, namun memiliki manfaat. "Biasanya obat herbal manfaatnya banyak, tapi ada risikonya. Ada (obat herbal) yang manfaatnya sedikit, namun risikonya tinggi. Ada yang tidak bermanfaat dan resikonya besar sehingga tidak bisa dipakai. Dan biasanya, manfaat dari obat herbal berasal dari placebo, " kata Prof Sarwono.
Sarwono menambahkan, obat herbal yang umumnya dipakai di masyarakat saat ini tidak ada manfaatnya, tetapi tidak memiliki resiko sehingga boleh dipakai.
“Misalnya kami pernah meneliti pare, brotowali, kemudian teh 919, tetap saja tidak ada hasilnya. Awalnya booming, semua orang pakai tapi sekarang sudah tidak ada bekasnya karena hasil blow up saja, “ kata Prof Sarwono.
Selain itu, Sarwono juga meluruskan anggapan orang yang mengira bahwa obat herbal pasti alami. “Orang berpikir bedanya yang satu kimia dan satu bukan. Padahal obat herbal juga ada unsur kimianya dan obat kimia awalnya berasal dari obat herbal yang diekstrak,” kata Prof Sarwono.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membekukan izin edar obat diabetes produksi GlaxoSmithKline (GSK) yakni Avandia, Avandamet dan Avandaryl tablet. Ketiga obat tersebut dibekukan izin edarnya dan ditarik dari peredaran karena adanya informasi dari Badan Obat Eropa (EMA) bahwa ketiganya mengandung rosiglitazone tunggal dan kombinasinya.
Penarikan didasarkan atas pertimbangan obat diabetes yang mengandung rosiglitazone dalam bentuk tunggal ataupun kombinasi dapat menyebabkan efek samping kardiovaskular berupa gagal jantung.
Menurut data Indonesian Diabetic Prevalence tahun 2006, jumlah penderita diabetes di perkotaan mencapai 8,2 juta orang sementara di pedesaan mencapai 5,5 juta orang..