Kaitan antara stres dengan penyakit jantung makin diperkuat dengan bukti-bukti ilmiah walau sesungguhnya tidak mudah mengetahui seberat apa stres yang dialami seseorang. Seorang ilmuwan dari Kanada berhasil menciptakan metode pengukuran stres dengan mudah, yakni lewat rambut.
Ketika seseorang menderita stres, tubuh meresponnya dengan mengeluarkan hormon kortisol. Nah, kortisol ini akan beredar di seluruh pembuluh darah, termasuk yang menuju ke area rambut. Saat rambut bertumbuh, jejak kortisol ini terjebak dalam batang rambut.
Setiap bulannya rambut tumbuh sekitar satu sentimeter, jadi jika kita mengambil sampel rambut enam sentimeter, kita bisa menentukan tingkat stres selama enam bulan terakhir ini dengan mengukur kortisolnya.
"Rambut bisa bercerita apa yang terjadi pada seseorang dalam 10 bulan terakhir. Bahkan kita bisa meliat perubahannya setiap bulan," kata Gideon Koren, profesor dari University of Western Ontario, Kanada. Penelitian lain menyebutkan kortisol bisa bertahan dalam rambut hingga enam bulan, bahkan kortisol juga ditemukan pada beberapa mumi di Peru yang sudah berusia 1.500 tahun.
Sebelumnya Koren pernah mengukur kadar racun obat dalam sampel rambut para bayi yang ibunya menggunakan kokain dan heroin saat hamil. Para peneliti lain juga menggunakan metode serupa untuk mendeteksi steroid dalam tubuh para binaragawan. Karena itulah Koren meyakini rambut juga bisa menjadi indikator hormon, seperti kortisol.
Ketika dilakukan penelitian mengenai kortisol dan penyakit jantung, Koren menemukan kadar kortisol para responden yang mengalami serangan jantung jauh lebih tinggi dibanding yang tidak memiliki penyakit. "Memang kortisol bukan satu-satunya faktor, tapi ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui risiko serangan jantung," katanya.
Ketika seseorang menderita stres, tubuh meresponnya dengan mengeluarkan hormon kortisol. Nah, kortisol ini akan beredar di seluruh pembuluh darah, termasuk yang menuju ke area rambut. Saat rambut bertumbuh, jejak kortisol ini terjebak dalam batang rambut.
Setiap bulannya rambut tumbuh sekitar satu sentimeter, jadi jika kita mengambil sampel rambut enam sentimeter, kita bisa menentukan tingkat stres selama enam bulan terakhir ini dengan mengukur kortisolnya.
"Rambut bisa bercerita apa yang terjadi pada seseorang dalam 10 bulan terakhir. Bahkan kita bisa meliat perubahannya setiap bulan," kata Gideon Koren, profesor dari University of Western Ontario, Kanada. Penelitian lain menyebutkan kortisol bisa bertahan dalam rambut hingga enam bulan, bahkan kortisol juga ditemukan pada beberapa mumi di Peru yang sudah berusia 1.500 tahun.
Sebelumnya Koren pernah mengukur kadar racun obat dalam sampel rambut para bayi yang ibunya menggunakan kokain dan heroin saat hamil. Para peneliti lain juga menggunakan metode serupa untuk mendeteksi steroid dalam tubuh para binaragawan. Karena itulah Koren meyakini rambut juga bisa menjadi indikator hormon, seperti kortisol.
Ketika dilakukan penelitian mengenai kortisol dan penyakit jantung, Koren menemukan kadar kortisol para responden yang mengalami serangan jantung jauh lebih tinggi dibanding yang tidak memiliki penyakit. "Memang kortisol bukan satu-satunya faktor, tapi ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui risiko serangan jantung," katanya.