Dua Tahun Lagi Ada Obat Batuk Dari Cokelat


Obat batuk berbahan baku kakao, yang juga bahan pembuat cokelat, diharapkan sudah beredar dua tahun lagi. Saat ini, ilmuwan telah mencapai tahap terakhir uji coba penggunaan.

Obat yang mengandung theobromine dari kakao dan disebut BC1036 ini dikembangkan perusahaan swasta Inggris SEEK. CEO Kesehatan Konsumen di SEEK Manfred Scheske mengatakan, “Saya sangat gembira mengumumkan perkembangan tahap terakhir BC1036, yang berpotensi memberi dampak besar pada perawatan penyakit batuk dan dapat meningkatkan kualitas penderita batuk."

Penggunaan theobromine merupakan upaya mengganti bahan obat batuk codeine, yang selama ini seringkali masih digunakan. Codeine atau 3-methylmorphine merupakan alkaloid atau senyawa kimia yang ditemukan dalam opium. Karena pertimbangan keselamatan konsumen, berbagap penelitian mengupayakan mencari pengganti codeine.

Biji kakao adalah bahan dasar pembuatan cokelat. Tapi, theobromine yang ada dalam kakao tidak memiliki rasa sehingga obat itu tetap dapat dikonsumsi orang yang tidak menyukai cokelat. Namun, belum ada kepastian dosis konsumsi cokelat untuk mengobati batuk.

Pohon kakao, Theobroma cacao, memiliki tinggi antara empat hingga delapan meter. Ada dua pendapat tentang awal persebaran kakao. Pendapat pertama menyebutkan pohon kakao berasal dari Meksiko dan kemudian menyebar ke daerah Amazon. Pendapat kedua menyatakan kakao awalnya ada di daerah Amazon dan kemudian menyebar ke Amerika Tengah dan dunia.

Indonesia adalah salah satu produsen kakao terbesar di dunia. Menurut data tahun 2008 dari Badan Pangan dan Agrikultur PBB (Food and Agriculture Organization/FAO), Indonesia merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia, setelah Pantai Gading. Namun, ketidakstabilan politik yang hingga kini masih terjadi di Pantai Gading membuat sejumlah pihak khawatir dengan pasokan kakao ke negara-negara konsumen, terutama negara-negara Eropa.